Istri Yang Haram di Sentuh
Dengan Sartika - Halo semua, Sartika bakalan share ke kalian cerita yang bikin kalian baper nih. Hehehe.... Jangan lupa bagikan ke teman2 sobat yah.
Istri Yang Haram Di Sentuh
Part 1
Hafiz berdiri di ambang pintu dengan kedua mata berkaca-kaca, ia tersenyum dan merasakan haru sebab bahagia. Sarah, gadis yang lama dicintai itu kini sedang berdiri di hadapannya, dengan kebaya putih yang membalut indah tubuhnya. Lama mereka diam, mengembara ke dalam pikiran masing-masing, dalam dan tak ada yang bisa menyelami.
"Hey, Pengantin!" Hafiz menggoda gadis itu dengan senyum penuh arti. Ada sayatan kecil di sudut kalbunya, tak biasa dan terasa seperti luka.
Sarah hanya diam. Ia menunduk begitu dalam, bening membayang dan siap untuk ditumpahkan. Ia tak tahu harus bahagia atau terluka dengan kehadiran Hafiz hari ini.
"Jangan menangis, akan luntur riasan di wajahmu. Jangan sampai pesonamu lenyap karena air mata bodoh itu," ucap Hafiz pelan. Ia masih berdiri dengan dua tangan melipat di dada.
"Aku tidak tahu, apakah ini keputusan tepat atau tidak," lirih Sarah seraya meremas kain batik pemberian Hafiz yang membalut bagian bawah tubuhnya.
"Kamu mencintanya, ia pun sama. Lalu, apa masalahnya?"
"Entahlah." Sarah menghela napas panjang dan menghembuskannya perlahan, ia bangkit dan menatap Hafiz diiringi senyum yang selalu manis. "Aku bahagia, Hafiz. Hanya saja, sampai kapan aku akan merasakan kebahagiaan ini?"
"Bukankah hati akan bermuara hanya pada satu perhentian saja? Aku percaya kamu akan bahagia dengannya, Sarah."
"Bagaimana denganmu?" tanya Sarah tanpa melihat ke arah pemuda itu. "Apa kamu bahagia?" Sarah tahu Hafiz terluka, dengan pernikahan Zaski dan sang adik, lalu pernikahannya dengan sahabat pria itu sendiri.
"Aku bahagia, Sarah, percayalah. Sebab cinta tak harus memaksa untuk mempunyai. Kamu tahu apa bagian terpenting dari cinta? Saat kamu harus bahagia dengan melihat kebahagiaan cintamu."
"Peluk aku, Hafiz." Sarah berlari ke pelukan pria itu, terisak dan membasahi kemeja putih pemberiannya, yang membalut tubuh pria itu dengan sempurna.
"Diamlah. Nanti orang-orang berpikir aku habis memukulmu," ucap Hafiz seraya mendekap erat tubuh gadis itu.
Lama keduanya berpelukan, sementara di luar terdengar mempelai pria sedang mengucap qobiltu dengan satu tarikan napas. Saat para saksi berucap 'sah' ada perih yang begitu menyakitkan di hati Hafiz. Kini, ia hanya harus menganggap gadis itu sebagai adik, haram untuk lebih.
"Berbahagialah, Sarah. Kamu tahu harus mencariku ke mana jika ia melukaimu."
"Tersenyumlah, Hafiz, mentari masih akan bersinar dan mengiringi langkahmu. Aku percaya, di depan sana ada gadis berhati tulus untukmu."
Dengan gemuruh yang tak lagi sama di sudut kalbu, keduanya saling melepaskan. Dalam hangat dan tulus yang tak akan dimengerti oleh siapa pun.
Sejatinya, melepaskan cinta tak semudah saat mata berkedip. Tak ada hati yang mampu ikhlas untuk meninggalkan, tapi setiap hati mampu pergi jika cinta itu tulus lagi murni.
Melangkahlah pergi mentari, tersenyum secerah sinarnya. Di depan sana, seseorang sedang berdoa memintamu kepada-Nya.
Jika yang pergi disebut cinta, maka yang akan datang adalah jodoh.
***
"Hati-hati, A." Fatih memeluk erat sang kakak.
"Jaga istrimu baik-baik. Jangan membuatnya terluka atau akan kupukul kepalamu," ucap Hafiz seraya mengusap rambut sang adik.
"Hey ... selamat jalan dan jangan lupakan kami." Zaski berjalan mendekati Hafiz dengan perutnya yang kian membesar, membawa bayi kembar buah cintanya dan Fatih.
"Tinggallah di Garut, Za, udaranya baik untuk keponakanku," ucap Hafiz seraya tersenyum. Kini, ia memandang Zaski tak lebih dari seorang adik.
"Kami memang berencana menetap di Garut. Em ... Hafiz, di mana pun kamu berada dan melangkah, percayalah bahwa Allah tidak akan membawamu ke sana tanpa alasan. Jangan lupakan Negeri ini, sejauh apa pun kakimu pergi tetaplah ingat untuk kembali. Sebab sebaik-baiknya rumah adalah negerimu sendiri." Zaski selalu sama. Dewasa dan bijaksana, pandai menenangkan siapa saja.
"Percayalah, Za, aku akan selalu mengingatnya."
Setelah semua yang dicintainya bahagia, Hafiz memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke Turki. Ia mendapat beasiswa yang telah lama diimpikan.
"Pergilah, A, jangan lupa bahwa Ibu bangga kepadamu." Fatih memeluk erat dan melepaskan langkah sang kakak. Air matanya mengalir menatap punggung Hafiz menjauh dan hilang di kerumunan.
Satu-satunya keluarga yang ia miliki kini pergi. Kakak yang sejak kecil menjaga dan mengajarkan banyak hal kepadanya kini akan sulit untuk ditemui.
"Hey, suamiku menangis!" Zaski memeluk Fatih seraya mencubit pinggang pria itu.
"Aw ... sakit, Neng," keluh Fatih dengan wajah kian memerah.
"Berhenti menangis atau akan ada cubitan lebih kuat lagi." Zaski melihat sang suami dengan tatapan mengancam.
"Apa menurutmu A Hafiz akan bahagia di sana?"
"Seseorang dengan hati tulus akan menemukan kebahagiaan di mana pun ia berada," ucap Zaski lirih.
"Katakan padaku, Neng, apa kamu bahagia hidup bersamaku?" Fatih menatap lekat kedua mata sang istri.
"Kamu baru bertanya setelah satu tahun? Ayolah, Fatih." Zaski terkekeh melihat wajah Fatih yang sudah kembali normal. Konyol.
"Jawab saja. Apa kamu bahagia?"
"Apa kamu pikir perutku akan sebesar ini jika aku tidak bahagia?"
Keduanya tertawa dan meninggalkan Bandara dengan bergandeng tangan.
Tidak ada yang dapat mengintip ke dalam takdir yang sudah Tuhan tuliskan. Entah berapa purnama berlalu, setelah Zaski merasakan sakit yang sempat ia pikir tak dapat terobati, saat ingatannya kosong dan merasa ragu untuk dapat kembali menemukan memori yang ternyata pahit.
Namun, Tuhan selalu bisa membalikkan keadaan.
Seperti mendung yang terkalahkan oleh hangatnya mentari. Seperti indahnya pelangi yang muncul setelah hujan deras yang mengguyur.
Indah dan bahagia itu pasti akan datang. Jika tidak hari ini, maka bersabarlah dan tetap percaya bahwa takdir Tuhan tidak akan menukar bahagiamu dengan duka.
*
Benarlah bahwa cinta akan mengalirkan bahagia. Meski langkah diawali dengan luka. Itu yang dirasakan Hafiz kini. Ia tengah menatap awan putih yang tampak sedang tersenyum menyapanya dari balik jendela. Burung besi itu akan membawanya ke tempat baru, tujuan baru dan orang-orang baru. Terselip pula harapan yang cukup besar di hatinya, bahwa di sana akan ada bahagia yang baru.
Hafiz baru saja akan memejamkan mata saat teringat pada kado yang diberikan Sarah saat ia berpamitan kemarin. Diambilnya sebuah kotak kecil yang diletakknnya di tas jinjing berisi laptop. Sarah tidak ingin melihat kepergiannya, wanita itu memilih untuk pura-pura tidak tahu jadwal penerbangan Hafiz.
Tersenyum sekaligus desir yang masih terasa perihnya, Hafiz membuka kotak tersebut. Sebuah jam tangan dan selembar surat.
"Tersenyumlah pemuda bermata bening. Setulus hatimu, sebersih pikiran yang menemani langkahmu. Semua yang mencintaimu tak akan pernah berhenti untuk berdoa.
Hafiz ... maafkan atas luka yang tak sempat kuobati sejak lama.
Aku percaya atas ketulusanmu, bertahun-tahun perasaanmu menjagaku. Menemani setiap langkahku, membimbing setiap pikirku, mengarahkan setiap keputusanku.
Jika ada yang layak untuk dicintai, kamulah orangnya.
Cerialah wahai pemuda bermata bening. Secerah surya saat pagi, sesejuk embun yang basah sebelum fajar menghapusnya.
Terima kasih telah mengantarkan aku menuju gerbang kebahagiaan. Kini saatnya bagimu membuka gerbang bahagia untuk dirimu pula.
Segeralah pulang dan bawa satu gadis untukku."
Hangat. Air mata Hafiz mengalir dengan sendirinya, ia tak pernah mengeluhkan kepedihan apa pun yang terjadi di dalam hidupnya. Sejak sang ayah pergi dan tak pernah kembali bahkan hanya nama, ketika matanya menyaksikan tubuh sang ibu kaku di balik pasung yang dipasang warga kampung, lalu saat rasa terhadap gadis yang dicintainya tak berbalas. Tidak satu pun kepedihan itu ia keluhkan.
Pemuda itu memiliki hati yang begitu tulus. Tetap mencintai meski tahu tak akan berbalas, tetap menjaga dan menunggu meski tahu bahwa dirinya akan ditinggalkan.
Namun, Tuhan telah memilih dan menuliskan jalan bagi siapa saja yang terlahir ke Dunia. Menyimpan takdir menjadi sebuah rahasia, layaknya jodoh yang tak pernah tahu apa dan kapan akan dipertemukan.
Tuhan sungguh romantis, bukan? Menyimpan segalanya dengan rapat. Bukan tanpa alasan, Dia ingin memberi kejutan bagi siapa saja, pemilik hati tulus akan merasakan manis yang tak terkira. Bahagia yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
"Terima kasih ...." Hafiz berucap pelan seraya mengenakan jam tangan pemberian Sarah.
Sungguh benar adanya, bahwa sebesar apa pun seseorang mencintai manusia, tak ada apa pun yang bisa mengubah takdir-Nya.
Pada akhirnya, hati yang akan memilih ke mana ia akan berlabuh dan kepada siapa ia akan menyerahkan cinta.
Bersambung.......
Jangan baper ya sobat, siapa nih yang nungguin cerita selanjutnya ??? Hayooo tetap pantau terus yahhh
Sumber : facebook
0 komentar:
Post a Comment