SEPARUH NYAWA YANG HILANG
Dengan Sartika - Halo semua pengunjung blog Sartika, kali iniada yang baru di blog Sartika, yaitu ada menu Cerpen loh. Yuk ikutin cerpen yang menarik di blog Sartika.
Separuh Nyawa Yang Hilang
Joni duduk di kursi kayu berwarna hijau. Ia masih geming. Tatapan kosong, nafas memburu. Ia mengangkat kepalanya, menengadah memandang langit bangunan yang berbahan gypsum.
Ia merogoh gawai di saku celana. Memandang foto sebuah rumah yang baru saja selesai dibangun, telunjuknya menggeser layar, menampilkan screenshoot saldo sebuah akun bank bernilai lima ratus juta. Menggeser jemarinya kembali ke arah yang sama, terdapat foto beberapa tiket pesawat ke sebuah negara impian kedua buah hatinya.
**
Sudah tiga bulan berlalu. Seperti kebanyakan lelaki, Joni berusaha menyembunyikan pedih dengan aneka agenda pertemuan. Menenggelamkan diri pada setumpuk berkas dan padatnya kegiatan. Tak ada yang tahu, tak ada yang menyelami hatinya. Ia menutupnya rapat. Perih yang kadang mampir, ia hempaskan dengan air mengalir dan tangan menengadah.
Seperti siang ini. Ia bersimpuh di atas sajadah. Melepaskan seluruh beban rindu dipundak dan mengadukannya pada Sang Khalik. Ia percaya semua yang terjadi memang sudah tercatat di lauful mahfudz.
Air matanya berderai. Ia meronta ada rindu yang menyesakkan dada. Ia memiliki pekerjaan, finansial membaik, kesehatan tak terganggu, tapi hatinya kosong. Hampa seperti ruangan gelap tak bertepi. Beribu ayat telah ia lantunkan, berganti beberapa rakaat di malam gelap. Rasa itu tetap tak mau pergi.
**
Saat cuaca sedang di puncak suhu terpanas di kota ini. Sebuah panggilan masuk ke dalam gawainya.
"Halo, dengan siapa?"
"Jon, Gue Merry nih. Sibuk gak?" sapa Merry, teman semasa sekolahnya dahulu.
"Hai Mer, enggak. Gimana-gimana?"
"Jon, gue mau usaha. Lo mau ajarin gue gak? Lo kan punya sistem. Siapa tau bisa ngasih arahan untuk usaha baru gue yang akan digarap."
"Boleh aja. Butuh cepet apa lama?"
"Cepet bisa gak? Mumpung gue lagi ga repot sama urusan sekolah anak."
"Ya udah, mau kapan?"
"Besok ya, di mall FX," pesan Merry sebelum ia menutup telepon.
"Oke. See you!"
**
Hari ini Joni sudah tiba lebih dulu di mall tempat ia dan Merry membuat janji. Merry meminta ijin membawa serta kedua anaknya dikarenakan ia tak memiliki ART. Joni dengan senang hati tidak mempermasalahkannya.
Lima belas menit setelah ia memesan makanan, Merry terlihat melambaikan tangan ke arahnya. Di sisi kanan dan kirinya terdapat dua balita dengan jenis kelamin berbeda satu sama lain.
"Hai Jon, sorry. Nunggu lama ya? Si Adek tadi kebelet pup. Jadi pas baru selesai parkir langsung ke toilet deh." Merry meminta maaf seraya menyuruh kedua anaknya untuk duduk.
"Enggak kok, gue juga baru datang. Mau minum atau makan apa?" Ia tersenyum ramah.
"Gak usah, gue sama anak-anak habis makan. Anak-anak, salim dulu." Merry menolak tawarannya.
Mereka menurut, takzim dan memperkenalkan diri satu persatu.
"Halo Om," sapa kedua balita bermata bulat dan hitam.
"Halo, ini siapa? Joni menyambut tangan mereka bergiliran.
"Fely." Si sulung yang berjenis kelamin perempuan memperkenalkan diri.
"Kalau ini?" Joni meraih tangan balita satu lagi dengan wajah berbinar.
"Richi." Ia takzim dan menjawab pertanyaan Joni dengan logat lucunya.
Keduanya mengedarkan pandangan ke sekeliling dan tertambat di sisi kiri.
"Bunda, mau itu!" ujar si kakak. Ia memandang wajah Bundanya penuh harap.
"Adek juga!" Matanya membesar menunggu anggukan.
Mereka menunjuk cemilan berbahan gula yang berdiri di sisi kiri tempat duduk mereka.
"Aduuh anak-anak, kita baru sampai. Bunda gak suka ya, kerjaan Bunda belum selesai, kalian sudah minta jajan. Kan tadi sudah buat janji di rumah, tidak ada jajan."
Kedua balita tadi merunggut. Si sulung menyembunyikan wajahnya dibalik tangan yang dilipat di atas meja. Terdengar isak dari tempatnya. Bahunya bergetar.
Merry tak acuh. Ia mengajak Joni mulai membahas tentang sistem computerize. Namun Joni tak sanggup mengabaikan anak perempuan berponi tersebut.
"Berhenti nangis ya cantik, sama Om yuk. Mau yang mana? Tapi habis itu nurut sama Bunda ya." Joni meraih tangan Fely dan memberi kode pada Merry untuk meminta ijin.
"Adek juga!" Si bungsu berkata, tak mau kalah.
Mereka berjalan bergandengan tangan, menghampiri gerai jajanan yang ditunjuk tadi. Wajah sumringah menggelayuti keduanya setelah cemilan yang diinginkan didapat.
"Makasih Oom!" jawab mereka kompak.
Keduanya sudah duduk tenang mengikuti arahan Joni. Merry tersenyum namun masih dengan wajah dongkol.
Dua jam berlalu, materi yang mereka bahas sudah habis. Tiba waktu shalat. Mereka bersiap menuju mushalla di lantai yang sama.
"Adek mau sama Om Joni." Ia berlari kecil menghampiri Joni, bergelayut pada lengan kurusnya.
Merry merasa sungkan, ia memberi kode anaknya untuk menurut ia saja.
"Gak apa-apa, Mer. Biar sama Gue aja." Joni menahan Merry dengan tangannya.
"Kan cowok sama cowok." Richi membela diri.
Merry mengalah, ia masuk ke bilik khusus perempuan bersama anak sulungnya.
Selesai shalat, Merry berencana mengajak kedua buah hatinya bermain di wahan bermain gratis di mall tempat mereka bertemu.
"Mer, anak lo cegukan tuh. Gue beliin minum dulu, ya." Joni memandang khawatir, lalu meraih Fely dan menggendongnya. Fely yang memang terlihat lelah langsung berbinar senang.
"Mer, boleh beli minuman isotonik?" Joni meminta ijin dengan wajah sedikit takut. Merry mengangguk.
Fely segera meminum air yang sudah dibayar.
"Waaah ada mainan!" seru keduanya ketika keluar tempat membeli minum. Joni yang tengah menggendong Fely, menyambar tangan Richi dan mengajaknya masuk ke toko mainan.
"Bundaa, om Joni belikan adek ini!" Richi berlari menghampiri ibunya.
"Adek minta ya? Gak boleh!" Wajah Merry berubah tegas.
"Tapi..., om Joni yang belikan." Ia memelas.
Merry melirik Joni. Menggeleng.
"Adek pakai kasih tahu Bunda, sih." Ia terkekeh, "Kita bayar yuk!" Tangannya menarik Richi ke kasir.
Mata Merry membulat tanda tak setuju. Tapi Joni mengabaikannya.
"Kakak dapat apa?" Fely berujar pelan.
"Fely mau apa? Ambil aja." Joni memberikan tawaran seraya berjongkok.
Fely melonjak riang. Ia mengambil sebuah telur berwarna pink bertuliskan L.O.L. Joni bergegas membayar semuanya. Keduanya bersorak gembira dan mengucap terima kasih.
"Jon, jangan segitunya lah sama anak-anak," ucap Merry tak enak.
"Enggak apa-apa Mer, Gue seneng bisa beliin kok. Uang bisa dicari." Ia berkata dengan nada pelan.
"Tapi kan harusnya anak-anak Lo yang dibeliin. Bukan mereka." Merry tetap ngotot.
"Gue udah tiga bulan gak ketemu anak Gue." Mata Joni memerah, suaranya sedikit bergetar.
Merry buru-buru memastikan tafsirannya.
"Maksud Lo ga ketemu karena kerjaan?"
"Gue baru pisah sama isteri. Udah tiga bulan ini gak boleh ketemu anak-anak." Kepalanya menengadah, mulutnya dikatupkan erat.
"Ya ampun, Jon. Sorry Gue gak tau."
"It's Oke. Gak usah dibahas lagi. Maaf ya. Gue cuma kangen anak-anak Gue. Ngajak mereka main, beliin mereka mainan, makanan. Apa aja yang mereka minta." Mata Joni mulai berkaca-kaca.
"Joni maaf, maaf banget. Bikin Lo sedih."
"Udah yuk, udah sore. Anak-anak Lo udah kecapekan tuh." Ia menyunggingkan senyum yang Merry tahu dipaksakan.
"Iya, kami emang kurang tidur karena suami Gue tadi malam masuk UGD. Gue duluan ya, Jon." Merry berpamitan.
"Makasih Om Joni, sampai ketemu lagi." Kedua bocah tadi memberikan kecupan masing-masing di pipi yang berbeda.
Air mata Joni tumpah setitik. Ia buru-buru menyekanya dan melambaikan tangan.
Rasa rindunya terobati setitik. Tapi masih ada titik lain yang kosong. Ia merindukan sambutan dann pelukan hangat dari darah dagingnya sendiri. Entah kapan impiannya menjadi nyata.
Kembali ia meraih gawainya. Memandang foto kedua buah hatinya yang berada dalam gendongannya. Tertawa lepas karena kumis tebal yang menempel di leher keduanya secara bergantian.
Joni duduk di balik kemudi. Bahunya berguncang. Dadanya naik turun seiring isak yang tak sanggup ia lenyapkan sedari tadi.
Ia merintih, tangan kirinya mengepal dan meninju dadanya sendiri. Berharap air mata segera terhenti. Rasa menghimpit menghinggapi kepalanya. Tangisnya semakin keras. Namun tak ada yang menegur atau menenangkannya dengan ucapan
"Ayah jangan sedih, kami sayang Ayah.."
Anak-anak, Ayah rindu kalian....
Gimana menurut sobat ? Jika setuju silahkan tinggalkan komentarnya sobat. Terimakasih
Sumber : Facebook
0 komentar:
Post a Comment